Jumat, 17 Februari 2012

Arti sebuah ketulusan


Di suatu sudut sebuah kampus, ada 4 orang mahasiswa yang tengah berdiskusi, terlihat asik dan terkadang juga serius. Ketika asik berdiskusi, datang seorang perempuan seumuran mereka, datang dengan wajah yang sangat memelas dan meminta mereka untuk membeli makanan yang dijualnya, katanya uang hasil penjualnya untuk kebutuhan sekolah adiknya. Kalo bisa dibilang perempuan itu tidak hanya menjual makanannya, tapi juga menjual belas kasihan. Sontak, mereka bingung, antara kasihan dan juga curiga karena banyak pemberitaan dan cerita dari beberapa orang bahwa banyak motif orang untuk mendapatkan uang, apalagi motif itu persis sama dengan salah satu acara di televisi swasta. Karena kan mereka juga tidak mau, bantuan yang mereka berikan ternyata digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Diantara dilema itu, ada salah seorang dari mereka dengan tulus mau membeli makanannya, ia mengeluarkan sejumlah uangnya untuk membantu perempuan tadi. Tak lama, ada yang juga membantu dengan memberikan sejumlah uang.

Ketulusan, ya ketulusan… tak pernah peduli dengan apa motifnya, terlepas juga dari kecurigaan. Rasa ikhlas untuk membantu -tanpa adanya kecurigaan dan tentunya terlepas pula dari rasa ingin dipuji- yang akan menjadi suatu catatan amal kebaikan untuknya, yang kelak pasti akan ada balasannya, di dunia maupun di akhirat. Teringat pada sebuah pepatah, ketika kita menanam kebaikan maka kita akan menuai kebaikan pula. Singkirkan kecurigaan dan buruk sangka, ketika kita benar-benar mau memberatkan timbangan amal kebaikan dengan bersedekah. Ketikapun memang, perempuan tadi ada motif-motif tertentu, tak perlu dipedulikan, itu dosa tersendiri untuk dia, yang terpenting kita ikhlas membantunya. Bukankah kita juga tidak berhak menjustifikasi keburukan orang lain tanpa kita mampu membuktikan bahwa dia bersalah.
Ada sedikit tips untuk fenomena meminta-minta yang marak sekali terjadi. Cobalah untuk memberi pakaian atau makanan, bukan sejumlah materi. Pasti itu juga akan membantu, ya kuncinya ikhlas tadi, tak perlu ada gerutuan –rasa suudzon-. Cobalah untuk sedikit menggali informasi, dia benar-benar membutuhkan atau tidak, untuk menepiskan kecurigaan.
Fenomena tersebut memang marak terjadi, tapi entahlah… diantara mereka ada yang benar-benar tidak mampu, ada pula yang sebenarnya mampu untuk mencari uang tapi karena malas, jadi ia menjual belas kasihan untuk mendapatkan sejumlah uang. Cerdas dan ikhlas, itu kuncinya. Bukan dibutakan oleh rasa curiga sehingga kita tidak pernah berkesempatan mendapatkan tiket surga dengan bersedekah. Jalan untuk bersedekah juga tidak hanya itu, banyak sekali kesempatan. Tinggal kita peka atau tidak untuk melihat penderitaan atau kesusahan orang lain.
Jangan pernah lupa kawan, kita tengah menyusun sebuah kitab yang sedang ditulis oleh dua petugas yang amat mahir juga terpercaya. Dialah dua malaikat yang mencatat semua kebaikan dan keburukan yang kita lakukan di dunia dari mulai yang terkecil hingga yang terbesar, semua tidak akan terlewatkan. Dan semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Isilah kitab itu dengan sebanyak-banyaknya kebaikan, agar kita mendapatkan balasan dengan sebanyak-banyaknya kebaikan pula.

0 komentar:

Posting Komentar